Jumat, 30 Desember 2011

Trends International Mathematics and Science Study (TIMSS)


Trends International Mathematics and Science Study (TIMSS) merupakan studi international tentang kecenderungan atau perkembangan matematika dan sains. Studi ini diselenggarakan oleh International Association for the Evaluation of Education Achievement (IEA) yaitu sebuah asosiasi internasional untuk menilai prestasi dalam pendidikan yang berpusat di Lynch School of Education, Boston College, USA.
TIMSS bertujuan untuk mengetahui peningkatan pembelajaran matematika dan sains. yang diselenggarakan setiap 4 tahun sekali. Pertama kali diselenggarakan pada tahun 1995, kemudian berturut-turut pada tahun 1999, 2003, 2007 dan 2011 sedang berlangsung. Salah satu kegiatan yang dilakukan TIMSS adalah menguji kemampuan matematika siswa kelas IV SD (Sekolah Dasar) dan Kelas VIII SMP (Sekolah Menengah Pertama) (Mullis, Martin, Ruddock, O’Sullivan & Preuschoff: 2009)
Bentuk soal-soal  dalam TIMSS adalah pilihan ganda dengan 4 atau 5 pilihan jawaban, isian singkat dan uraian. Kerangka penilaian kemampuan bidang matematika yang diuji menggunakan istilah dimensi dan domain. Dalam TIMSS 2011 Assesment framework (Mullis, Martin, Ruddock, O’Sullivan & Preuschoff: 2009) penilaian terbagi atas dua dimensi, yaitu dimensi konten dan dimensi kognitif. Penilaian dimensi konten untuk siswa kelas IV SD terdiri atas tiga domain, yaitu: bilangan, bentuk geometri dan pengukuran, serta penyajian data. Sedangkan dimensi konten untuk kelas VIII SMP terdiri atas empat domain, yaitu: bilangan, aljabar, geometri, data dan peluang. Penilaian dimensi kognitif pada kelas IV SD dan kelas VIII SMP terdiri dari tiga domain, domain pertama adalah pengetahuan, mencakup fakta-fakta, konsep dan prosedur yang harus diketahui siswa. Kemudian domain kedua adalah penerapan, yang berfokus pada kemampuan siswa menerapkan pengetahuan dan pemahaman konsep untuk menyelesaikan masalah atau menjawab pertanyaan. Dan domain yang paling penting adalah yang ketiga yaitu domain penalaran, yang berfokus pada penyelesaian masalah non rutin, konteks yang kompleks dan melakukan langkah penyelesaian masalah yang banyak. 
Hasil survei empat tahunan TIMSS, pada keikutsertaan pertamakali tahun 1999 Indonesia berada pada peringkat 34 dari 38 negara. Pada tahun 2003 Indonesia berada pada peringkat 34 dari 46 negara. Dan ranking Indonesia pada TIMSS tahun 2007 turun menjadi ranking 36 dari 48 negara.

Jumat, 07 Oktober 2011


DESAIN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PMRI MATERI PRISMA TEGAK

Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peranan penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia. Oleh karena itu matematika sering digunakan sebagai sarana pemecah masalah kehidupan sehari-hari.
Mata pelajaran matematika sangat penting diberikan kepada peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerja sama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengolah dan memanfaatkan informasi untuk bertahan pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif. Dengan pembelajaran matematika peserta didik diharapkan dapat mengembangkan kemampuan menggunakan matematika dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan menggunakan simbol, tabel, diagram dan media lainnya (Depdiknas, 2006)
Dalam  KTSP menekankan pembelajaran matematika dalam setiap kesempatan hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi. Dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika (Depdiknas, 2006)
Guru dituntut pofesional dalam menyiapkan dan mengolah proses pembelajaran yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai pada kurikulum yaitu pembelajaran yang berfokus pada kegiatan aktif siswa dalam membangun makna atau pemahaman. Untuk itulah, seorang guru harus mempunyai kemampuan dalam mengembangkan dan mendesain materi pembelajaran sehingga tidak tergantung pada buku teks yang sudah ada. Guru dapat memanfaatkan lingkungan sekitar siswa sebagai media pembelajaran dan sumber belajar.
Salah satu pendekatan yang sesuai dengan KTSP dalam pembelajaran matematika adalah pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI).  PMRI merupakan matematika sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas siswa dan pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran. Adapun prinsip PMRI yaitu, (1) Penemuan terbimbing melalui matematisasi (Guided reinvention through Mathematization). (2) Fenomena mendidik (Didacitical Phenomenology). (3) Pengembangan model sendiri (Self-develoved models). Dan PMRI juga mempunyai lima karakteristik yaitu (1) Menggunakan masalah kontekstual, (2) Menggunakan model yang menekankan penyelesaian secara informal sebelum menggunakan cara formal atau rumus, (3) Menghargai ragam jawaban dan kontribusi siswa, (4) Interaktivitas dan (5) Terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya (Soedjadi, 2007).
Dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan PMRI, menggunakan masalah kontekstual sebagai pangkal tolak pembelajaran, dan melalui matematisasi horizontal-vertikal siswa diharapkan dapat menemukan kembali dan merekonstruksi konsep-konsep matematika atau pengetahuan matematika formal. Selanjutnya, siswa diberi kesempatan menerapkan konsep-konsep matematika untuk memecahkan masalah sehari-hari atau masalah bidang lain. De Lange (dalam Hadi, 2005) mendefinisikan dunia nyata sebagai suatu dunia nyata yang kongkret, yang disampaikan pada siswa melalui aplikasi matematika. Begitulah cara memahami proses belajar matematika yang terjadi pada siswa, yaitu terjadi pada situasi nyata, yang sering disebut dengan matematisasi konseptual.
Sehingga PMRI bisa dikatakan sebagai inovasi pendidikan matematika dan disebut juga inovasi pendekatan pembelajaran matematika di Indonesia yang sejalan dengan teori belajar konstruktivisme. Dalam PMRI lebih diperhatikan adanya potensi pada diri anak atau siswa yang justru harus dikembangkan. Keyakinan guru akan adanya potensi itu akan mempunyai dampak kepada bagaimana guru harus mengelola pembelajaran matematika. Itupun juga akan berdampak kepada bagaimana siswa membiasakan melakukan kegiatan yang diharapkan muncul sesuai kemampuan diri yang dimilikinya
Diantara berbagai materi matematika, penulis akan memilih materi prisma tegak dengan menggunakan konteks tenda pramuka dan atap rumah dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan PMRI. Konteks tersebut digunakan sebagai media dalam proses matematisasi pada konsep prisma tegak. Dari konteks tersebut diharapkan siswa dapat mengaplikasikannya dalam masalah sehari-hari.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis akan mendesain pembelajaran matematika materi prisma tegak dengan pendekatan PMRI.
TEORI BELAJAR YANG MENDUKUNG PENDEKATAN PMRI
Teori belajar konstruktivisme
PMRI merupakan inovasi pendekatan pembelajaran matematika yang sejalan dengan teori belajar konstruktivisme karena pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme memandang anak sebagai mahluk yang aktif dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungannya, guru hanya sebagai fasilitator.
Filsafat konstruktivisme berangkat dari teori Jean Piaget yang menganggap struktur kognitif seseorang sebagai skemata, yaitu kumpulan dari skema-skema (Hadi, 2005) Tahap-tahap tertentu yang perlu diperhatikan dalam teori belajar konstruktivisme mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya dengan pembelajaran matematika, yaitu (1) siswa mengkonstruksi pengetahuan matematika dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka miliki, (2) matematika menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti, (3) strategi siswa lebih bernilai, dan (4) siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya.
Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, Hadi (2005) mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran yang harus dilakukan guru sebagai fasilitator: (1) menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa bertanggungjawab dalam membuat rancangan, proses dan penelitian, (2) menyediakan atau membeikan kegiatan-kegiatan yang merangsang keingintahuan siswa dan membantu mereka untuk mengekpresikan gagasan-gagasannya dan mengkomunikasikan ide ilmih mereka, (3) menyediakan sarana yang merangsang siswa berpikir secara produktif, (4) memonitor,mengevaluasi, dan menunjukkan apakah pemikiran siswa jalan atau tidak.
Dari beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih menfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka.  Bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru.  Dengan kata lain, siswa lebih diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan akomodasi.

Langkah umum pelaksanaan Pembelajaran
Secara umum dapat dikemukakan langkah-langkah pembelajaran matematika dengan pendekatan PMRI di bawah ini.
·        Mempersiapkan kelas
1.      Persiapkan sarana dan prasarana pembelajaran yang diperlukan, misalnya buku siswa,  LKS, alat peraga dan lain sebagainya.
2.      Kelompokkan siswa jika perlu (sesuai dengan rencana).
3.      Sampaikan tujuan atau kompetensi dasar yang diharapkan dicapai serta cara belajar yang akan dipakai hari itu
·        Kegiatan pembelajaran.
1.      Berikan masalah kontekstual atau mungkin berupa soal cerita. (secara lisan atau tertulis). Masalah tersebut untuk dipahami siswa.
2.      Berilah penjelasan singkat dan seperlunya saja jika ada siswa yang belum memahami soal atau masalah kontekstual yang diberikan. Mungkin secara individual ataupun secara kelompok. (Jangan menunjukkan selesaian, boleh mengajukan pertanyaan pancingan)
3.      Mintalah siswa secara kelompok ataupun secara individual, untuk mengerjakan atau menjawab masalah kontekstual yang diberikan dengan caranya sendiri. Berilah  waktu yang cukup siswa untuk mengerjakannya.
4.      Jika dalam waktu yang dipandang cukup, siswa tidak ada satupun yang dapat menemukan cara pemecahan, berilah petunjuk seperluya atau berilah pertanyaan yang menantang. Petunjuk itu dapat berupa LKS ataupun bentuk lain.
5.      Mintalah seorang siswa atau wakil dari kelompok siswa untuk menyampaian hasil kerjanya atau hasil pemikirannya (bisa lebih dari satu orang)
6.      Tawarkan kepada seluruh kelas untuk mengemukakan pendapatnya atau tanggapannya tentang berbagai selesaian yang disajikan temannya didepan kelas. Bila ada selesaian lebih dari satu, ungkaplah semua.
7.      Buatlah kesepakan kelas tentang selesaian manakah yang diangap paling tepat. Terjadi suatu  negosiasi. Berikanlah penekanan kepada selesaian yang dipilih atau benar.
8.      Bila masih tidak ada selesaian yang benar, mintalah siswa memikirkan cara lain.



                              






Kamis, 06 Oktober 2011

Hakikat Evaluasi Pembelajaran


HAKIKAT EVALUASI PEMBELAJARAN

Definisi Evaluasi
            Evaluasi dapat didefinisikan sebgai suatu proses sistematik dalam menentukan tingkat pencapaian tujuan instruksional oleh siswa. Ada dua aspek penting dari definisi diatas. Pertama, evaluasi menunjukan pada proses yang sistematik. Kedua, evaluasi mengasumsikan bahwa tujuan instruksional ditentukan terlebih dahulu sebelum proses belajar mengajar berlangsung.
            Selain itu, evaluasi juga dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan suatu tolak ukur untuk memperoleh suatu kesimpulan.

Definisi Evaluasi Pembelajaran
            Sesuai pendapat Grondlund dan Linn (1990) mengatakan bahwa evaluasi pembelajran adalah suatu proses mengumpulkan, menganalisis dan menginterpretasi informasi secara sistematik untuk menetapkan sejauh mana ketercapaian tujuan pembelajaran.
            Untuk memeperoleh informasi yang tepat dalam kegiatan evaluasi dilakukan melalui kegiatan pengukuran. Pengukuran merupakan suatu proses pemberian skor atau angka-angka  terhadap suatu keadaan atau gejala berdasarkan atura-aturan tertentu. Dengan demikian terdapat kaitan yang erat antara pengukuran (measurment) dan evaluasi (evaluation) kegiatan pengukuran merupakan dasar dalam kegiatan evaluasi.
            Antara evaluasi, pengukuran, dan penilaian terdapat hubungan yang erat yang tidak dapat dipisahkan. Norman E. Gronlund (1976: 6) melukiskan hubungan ketiganya sebagai berikut:
1.      Evaluasi adalah deskripsi kuantitatif siswa (measurement, pengukuran) yang ditetapkan dengan penentuan nilai.
2.      Evaluasi adalah deskripsi kualitatis siswa (judjement, pertimbangan, penilaian) yang ditetapkan dengan penentuan nilai.
Dengan demikian, evaluasi dapat ditentukan dengan melalui pengukuran dan bisa pula tanpa melalui pengukuran

Tujuan dan Fungsi Pembelajarann
Tujuan evaluasi pembelajaran adalah untuk menghimpun informasi yang dijadikan dasar untuk mengetahui taraf kemajuan, perkembangan, dan pencapaian belajar siswa, serta keefektifan pengajaran guru. Evaluasi pembelajaran mencakup kegiatan pengukuran dan penilaian. Bila ditinjau dari tujuannya, evaluasi pembelajaran dibedakan atas evaluasi diagnostik, selektif, penempatan, formatif dan sumatif. Bila ditinjau dari sasarannya, evaluasi pembelajaran dapat dibedakan atas evaluasi konteks, input, proses, hasil dan outcom. Proses evaluasi dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, pengolahan hasil dan pelaporan.
Depdiknas (2003:6) mengemukakan tujuan evaluasi  pembelajaran adalah untuk :
·         Melihat produktivitas dan efektivitas kegiatan belajar-mengajar,
·         Memperbaiki dan menyempurnakan kegiatan guru,
·         Memperbaiki, menyempurnakan dan mengembangkan program belajar-mengajar,
·         Mengetahui kesulitan-kesulitan apa yang dihadapi oleh siswa selama   kegiatan belajar dan mencarikan jalan keluarnya, dan
·         Menempatkan siswa dalam situasi belajar-mengajar yang tepat sesuai dengan kemampuannya.

Fungsi Evalusi
Fungsi evaluasi adalah sebagai berikut:
a)      Secara psikologis, peserta didik perlu mengetahui prestasi belajarnya, sehingga ia merasakan kepuasan dan ketenangan,
b)      Secara sosiologis, untuk mengetahui apakah peserta didik sudah cukup mampu untuk terjun ke masyarakat. Mampu dalam arti dapat berkomunikasi dan beradaptasi dengan seluruh lapisan masyarakat dengan segala karakteristiknya,