PISA, UN DAN KTSP
Jika kita membahas ketiga hal ini, PISA, UN dan KTSP
tidak dapat dipisahkan dengan evaluasi pembelajaran. Secara ringkas dapat kita
katakan bahwa PISA, UN merupakan tahapan evaluasi yang ditujukan untuk mengukur
kemampuan peserta didik, dimana kedua hal tersebut dibedakan oleh tingkatan
proses pengukuran, sebaran data, dan tujuan pengukuran. PISA digunakan untuk
pengukuran kemampuan siswa ditingkat internasional dengan materi pengukuran
sains, matematika, dan bahasa inggris dengan sebaran data acak untuk setiap
negara, tujuan pengukuran untuk membantu para siswa (generasi masa depan) untuk
memikirkan masalah bangsa dan negaranya serta dunia. Sedangkan orientasi UN
lebih cenderung kepada kuantitas lulusan, bukan kualitas individu, materi yang
di ujikan matematika, bahasa indonesia, bahasa inggris, sains (biologi, fisika,
kimia) serta sosial (ekonomi, geografi).
Sedangkan KTSP merupakan kurikulum yang menjadi acuan
pelaksanaan pembelajaran di indonesia (UN) dimana kurikulum atau pedoman pengevaluasian
pada PISA kurang lebih memiliki kesamaan dengan KTSP. (Yunengsih : 2008)
The intended curriculum (Kurikulum Kebijakan Nasional) berada pada tingkat pendidikan nasional. Intended
curriculum secara harfiah dapat diterjemahkan sebagai kurikulum nasional di
anggap sebagai kebijakan nasional dan resmi yang merefleksikan visi pemerintah,
rencana pembelajaran, dan sanksi untuk tujuan pendidikan (Robitaille et al.,
1993; Schmidt et al.,) dalam yunengsih : 2008. Intended curriculum yang
ditetapkan oleh pemerintah Indonesia adalah kurikulum tingkat satuan pendidikan
(KTSP). KTSP adalah kurikulum yang dikembangkan dari kurikulum berbasis
kompetensi.
The implemented curriculum (Kurikulum Tingkat Pelaksanaan) berada pada level sekolah. Implemented
curriculum adalah kurikulum yang digunakan dalam buku teks atau kurikulum
yang berasal dari strategi pengajaran yang dilakukan oleh guru (Scmidt et al.,
1997) dalam yunengsih 2008. The attained curriculum (Kurikulum Tingkat
Pencapaian) adalah kurikulum yang berada pada tingkatan siswa dan mengukur
pencapaian oleh siswa. Pemerintah Indonesia menerapkan UN sebagai instrumen
pengukur pencapaian pendidikan. Dengan kata lain, attained curriculum yang
di terapkan di Indonesia di wakili oleh UN.
Untuk lebih
jelas dapat dipaparakan ringkasannya sebagai berikut :
A.
KTSP
KTSP merupakan singkatan
dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang dikembangkan sesuai dengan satuan
pendidikan, potensi sekolah/daerah, karakteristik sekolah/daerah, social budaya
masyarakat setempat dan karakteristk peserta didik. ( Mulyasa, 2010).
Sekolah dan komite sekolah atau
madrasah dan komite madrasah mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan
dan silabus berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan
di bawah supervise dinas kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang
pendidikan di SD, SMP, SMA dan SMK serta Departemen yang menangani urusan
pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA dan MAK.
KTSP merupakan upaya untuk menyempurnakan kurikulum agar
lebih familiar dengan banyak melibatkan
peran guru dalam penanggungjawabannya. Penyempurnaan kurikulum yang
berkelanjutan merupakan keharusan agar system pendidikan nasional selalu
relevan dan kompetitif. Hal tersebut juga sejalan dengan Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang SISDIKNAS pasal 35 dan 36 yang menekankan perlunya
peningkatan standar nasional pendidikan sebagai acuan kurikulum secara
berencana dan berkala dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun,
dikembangkan dan dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan yang sudah siap dan
mampu mengembangkannya dengan memperhatikan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 36 :
·
Pengembangan Kurikulum dilakukan dengan mengacu pada
standar Nasional Pendidikan untk mewujudkan tujuan nasional
·
Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan
dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan
potensi daerah dan peserta didik.
·
Kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah
dikembangkan oleh sekolah dan komite sekolah berpedoman pada standar kompetensi
lulusan dan standar isi serta panduan penyusunan kurikulum yang dibuat oleh
BSNP.
Berkaitan dengan standar
nasional pendidikan pemerintah telah menetapkan delapan aspek penddikan yang
harus distandarkan yang saat ini telah dirampungkan dua standard an siap
dilaksanakan dalam pembelajaran di sekolah yaitu standar isi dan standar kompetensi
lulusan (SKL).
B. Ujian
Nasional
Definisi Ujian Nasional adalah kegiatan pengukuran dan penilaian
kompetensi peserta didik secara nasional untuk jenjang pendidikan dasar dan
menengah (Wikipedia). Ujian Nasional adalah sistem ujian yang digunakan untuk mengetes
kemampuan memilih A, B, C, D, atau E berdasarkan kemampuan menggunakan insting
liar semata. Ujian Nasional biasa disebut UAN atau UN merupakan sebuah usaha
dari Depdiknas untuk menentukan suatu standar manusia sempurna. Ujian Akhir
Nasional atau biasa disebut UAN adalah bentuk ujian yang akan menentukan
kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan, untuk dapat melanjutkan ke
jenjang pendidikan yang lebih tinggi atau tidak, dengan mengacu pada kompensi
lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata
pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi dalam upaya untuk meningkatkan mutu
pendidikan.
Tujuan
Dilaksanakannya UN
Adalah menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi.
Adalah menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kegunaan Hasil UN
1.
Pemetaan mutu program
dan/atau satuan pendidikan
2.
Dasar seleksi masuk
jenjang pendidikan berikutnya;
3.
Penentuan kelulusan
peserta didik dari satuan pendidikan;
4.
Dasar pembinaan dan
pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan mutu
pendidikan (BSNP, Ujian NAsional 2011)
C. PISA
Pengertian
Program for International Student Assessment (PISA) adalah penilaian
standar internasional yang dikembangkan bersama oleh partisipasi ekonomi dan
dikelola untuk usia anak sekolah yang berumur 15 tahun. Tiga penilaian sejauh
ini telah dilaksanakan (pada tahun 2000, 2003, 2006 dan 2009). Pengujian biasanya diberikan kepada antara
4.500 dan 10.000 siswa di setiap negara. ( Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan
Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika).
Penilaian PISA
PISA menilai
seberapa jauh siswa wajib belajar yang telah memperoleh beberapa pengetahuan
dan keterampilan yang penting untuk berpartisipasi penuh dalam masyarakat.
Dalam semua siklus, keutamaan membaca, melek matematika dan ilmiah yang
mencakup tidak hanya dalam hal penguasaan kurikulum sekolah, tetapi dalam hal
pengetahuan penting dan keterampilan yang diperlukan dalam kehidupan dewasa.
Kerangka PISA
PISA berdiri
dalam tradisi studi sekolah internasional, dilakukan sejak akhir 1950-an oleh
Asosiasi Internasional untuk Evaluasi Prestasi Pendidikan (IEA). Sebagian besar
metodologi PISA yang mengikuti contoh Tren Internasional Matematika dan Ilmu
Study (TIMSS, dimulai pada 1995), yang pada gilirannya sangat dipengaruhi oleh
US National Assessment of Educational Progress (NAEP). Komponen membaca PISA
terinspirasi oleh Kemajuan IEA dalam International Reading Literacy Study
(PIRLS). PISA bertujuan pengujian
keaksaraan di tiga bidang kompetensi: membaca, matematika dan ilmu pengetahuan.
Tes PISA
matematika meminta siswa untuk menerapkan pengetahuan matematika mereka untuk
memecahkan masalah diatur dalam berbagai konteks dunia nyata. Untuk memecahkan
masalah siswa harus mengaktifkan sejumlah kompetensi matematika serta berbagai
pengetahuan konten matematika. Oleh TIMSS, di sisi lain, langkah-langkah lebih
banyak pada konten kelas tradisional seperti pemahaman tentang pecahan dan
desimal dan hubungan antara mereka (pencapaian kurikulum). Dalam PISA
berguna untuk mengukur aplikasi pendidikan pada masalah-masalah kehidupan nyata
dan belajar seumur hidup (pengetahuan tenaga kerja). PISA
(Programme for International Student Assessment) merupakan studi
internasional dalam rangka penilaian hasil belajar yang salah satu tujuannya
menguji literasi matematika siswa usia 15 tahun atau siswa yang baru saja
menyelesaikan pendidikan dasar.
Terdapat tujuh komponen penting
dalam kerangka penilaian literasi matematika 2012 yaitu :
1. Communication, literasi matematika melibatkan kemampuan untuk
mengkomunikasikan masalah. Seseorang melihat adanya suatu masalah dan kemudian
tertantang untuk mengenali dan memahami permasalahan tersebut.Membuat model
merupakan langkah yang sangat penting untuk memahami,memperjelas, dan
merumuskan suatu masalah. Dalam proses menemukanpenyelesaian, hasil sementara
mungkin perlu dirangkum dan disajikan.Selanjutnya, ketika penyelesaian
ditemukan, hasil juga perlu disajikan kepadaorang lain disertai penjelasan
serta justifikasi. Kemampuan komunikasidiperlukan untuk bisa menyajikan hasil
penyelesaian masalah.
2. Mathematising,
literasi matematika juga melibatkan kemampuan untuk mengubah (transform)
permasalahan dari dunia nyata ke bentuk matematika atau justru sebaliknya yaitu
menafsirkan suatu hasil atau model matematika ke dalam permasalahan aslinya.
Kata ‘mathematising’ digunakan untuk menggambarkan kegiatan tersebut.
3. Representation.
Literasi matematika melibatkan kemampuan untuk menyajikan kembali
(representasi) suatu permasalahan atau suatu obyek matematika melalui hal-hal
seperti: memilih, menafsirkan, menerjemahkan, dan mempergunakan grafik, tabel,
gambar, diagram, rumus, persamaan, maupun benda konkret untuk memotret
permasalahan sehingga lebih jelas.
4. Reasoning
and Argument. Literasi matematika melibatkan
kemampuan menalar dan memberi alasan. Kemampuan ini berakar pada kemampuan
berpikir secara logis untuk melakukan analisis terhadap informasi untuk
menghasilkan kesimpulan yang beralasan.
5. Devising
Strategies for Solving Problems. Literasi
matematika melibatkan kemampuan menggunakan strategi untuk memecahkan masalah.
Beberapa masalah mungkin sederhana dan strategi pemecahannya terlihat jelas,
namun adajuga masalah yang perlu strategi pemecahan cukup rumit.
6. Using
Symbolic, Formal and Technical Language and Operation.
Literasi matematika melibatkan kemampuan menggunaan bahasa simbol, bahasa
formal
dan bahasa teknis.
7. Using
Mathematics Tools. Literasi matematika
melibatkan kemampuan menggunakan alat-alat matematika, misalnya melakukan
pengukuran, operasi dan sebagainya.
PISA mentransformasikan prinsip-prinsip
literasi matematika menjadi tiga komponen yaitu komponen konten, proses dan konteks.
a. Komponen
konten dalam studi PISA dimaknai sebagai isi
atau materi atau subjek matematika yang dipelajari di sekolah yaitu meliputi
perubahan dan keterkaitan, ruang dan bentuk, kuantitas, dan ketidakpastian
data.
b. Komponen
proses dalam studi PISA dimaknai sebagai
hal-hal atau langkah-langkah seseorang untuk menyelesaikan suatu permasalahan
dalam situasi atau konteks tertentu dengan menggunakan matematika sebagai alat
sehingga urutan bilangan 7, 11, 15, 19 dan 23, bertambah dengan 4, sedangkan
urutan bilangan 1, 10, 19, 28 dan 37...bertambah dengan 9. Angka 19 berada pada
kedua urutan bilangan tersebut. Jika kedua urutan bilangan tersebut diteruskan,
berapa angka sama berikutnya yang akan muncul pada KEDUA urutan bilangan?
permasalahan
itu dapat diselesaikan. Kemampuan proses didefinisikan sebagai kemampuan
seseorang dalam merumuskan (formulate), menggunakan (employ) dan
menafsirkan (interpret) matematika untuk memecahkan masalah yang
melibatkan kemampuan dalam komunikasi, matematisasi, representasi, penalaran
dan argumentasai, menentukan strategi untuk memecahkan masalah, penggunaan
bahasa simbol, bahasa formal, dan bahasa teknis sebagai alat matematika.
c. Komponen
konteks dalam studi PISA dimaknai sebagai
situasi yang tergambar dalam suatu permasalahan yang diujikan yang dapat
terdiri atas konteks pribadi (personal), konteks pekerjaan (occupational),
konteks sosial (social) dan konteks ilmu pengetahuan (scientific).
Pengembangan dan implementasi
Dikembangkan
sejak tahun 1997, penilaian PISA pertama dilakukan pada tahun 2000. Hasil
penilaian setiap periode waktu sekitar satu setengah tahun untuk dianalisis.
hasil pertama diterbitkan pada bulan November 2001.
PISA disponsori,
diatur, dan dikoordinasikan oleh OECD. Desain uji, pelaksanaan, dan analisis
data didelegasikan ke sebuah konsorsium penelitian internasional dan
lembaga-lembaga pendidikan yang dipimpin oleh Dewan Australia untuk Educational
Research (ACER). ACER memimpin dalam mengembangkan dan melaksanakan prosedur
pengambilan sampel dan membantu dengan pemantauan hasil sampling di
negara-negara tersebut. Instrumen penilaian mendasar untuk PISA Membaca,
Matematika, Sains, Soal pemecahan, pengujian berbasis komputer, latar belakang
dan kuesioner kontekstual sama-sama dibangun dan disempurnakan oleh ACER. ACER
juga mengembangkan perangkat lunak khusus dibangun untuk membantu dalam
pengambilan sampel dan data capture, dan menganalisis semua data.
Cakupan dan refleksi yang utama dari kurikulum sekolah
adalah
1. Kuantitas
2. Ruang dan bentuk
3. Perubahan dan hubungan
4. Ketidakpastian
1. Kuantitas
2. Ruang dan bentuk
3. Perubahan dan hubungan
4. Ketidakpastian
Soal PISA
GEMPA BUMI
Pada
siaran tentang gempa bumi dan seberapa sering gempa terjadi, seorang ahli
geology berkata sebagai berikut: “Dalam dua puluh tahun ke depan, peluang
terjadinya gempa bumi di kota Zed adalah 2 dari 3”. Manakah dari pernyataan
berikut yang sesuai dengan pernyataan ahli tersebut?
A.
, sehingga antara 13 dan 14 tahun lagi akan terjadi gempa bumi di kota Zed.
B.
lebih dari , sehingga anda yakin bahwa akan ada gempa bumi di kota Zed pada
suatu ketika dalam 20 tahun ke depan.
C.
Kemungkinan bahwa akan ada gempa di kota Zed pada suatu ketika dalam 20 tahun
ke depan lebih besar dari pada kemungkinan tidak terjadi gempa bumi.
D.
Anda tidak bisa mengatakan apa pun, karena tak seorang pun tahu kapan gempa
akan terjadi.
(PISA 2006, code
M509Q01)
Komponen
Materi yang Diuji Skor (%)
Konten peubahan dan keterkaitan
Ruang dan bentuk
Kuantitas
Ketidakpastian dan data
|
25
25
25
25
|
Komponen
Kemampuan yang diujikan skor(%)
Proses Mampu
merumuskan masalah secara matematis
Mampu menggunakan konsep, fakta, prosedur dan
penalaran dalam matematika.
Menafsirkan, menerapkan dan mengevaluasi
|
25
50
25
|
Contoh permasalahan dalam konteks
pribadi antara lain adalah masalah penyiapan makanan, belanja, kesehatan
personal, olah raga, perjalanan, jadwal perjalanan, dan persoalan keuangan.
Contoh permasalahan dalam konteks pekerjaan antara lain menghitung harga,
mengontrol kualitas, mendesain gedung. Contoh permasalahan dalam konteks sosial
antara lain pemilihan suara, transportasi angkutan umum, pemerintahan,
kebijakan publik, periklanan, statistik nasional. Contoh permasalahan dalam
konteks ilmu pengetahuan antara lain hal-hal yang berhubungan dengan ilmu
pengetahuan dan teknologi, cuaca, obat, pengukuran dan dunia matematika
sendiri. Soal-soal matematika dalam studi PISA lebih banyak mengukur kemampuan
menalar, pemecahan masalah, berargumentasi dan pemecahan masalah daripada
soal-soal yang
mengukur
kemampuan teknis baku yang berkaitan dengan ingatan dan perhitungan semata.
Berikut ini disajikan contoh lain soal yang diujikan dalam PISA 2009.
Soal PISA
Sebagai
tugas rumah dengan topik lingkungan, siswa mengumpulkan informasi tentang waktu
urai jenis-jenis sampah, seperti terlihat dalam tabel berikut ini.
Nama
Benda Waktu Urai
Kulit
pisang 1-3 tahun
Kulit
jeruk 1-3
tahun
Kotak
kardus 0,5 tahun
Permen
karet 20-25
tahun
Koran
Beberapa hari
Mangkok
plastik Lebih dari 100 tahun
Seorang
siswa berpikir untuk menyajikan data tersebut dalam diagram batang. Berikan alasan
mengapa diagram batang tidak cocok untuk menyajikan data tersebut?
Konten
: Ketidakpastian dan data
Kuantitas : Proses Menafsirkan, menerapkan dan
mengevaluasi hasil dari prosesMatematika
Konteks : Ilmu pengetahuan
Analisa
Banyaknya
siswa yang menjawab benar kira-kira 51% dari seluruh siswa, sehingga soal ini
termasuk kategori sedang. Soal ini membutuhkan penalaran dari data-data yang
disajikan. Ada dua jawaban benar yang diberikan siswa yaitu: (1) menggambar diagram
batang dengan data itu sangat sulit, karena datanya 1-3, 1-3, 0,5, beberapa hari,
dan lebih dari 100 tahun, dan (2) ada perbedaan yang sangat besar antara beberapa
hari dan lebih dari 100 tahun.
Siswa
usia 15 tahun (SMP) di Indonesia sebenarnya telah mempelajari kemampuan dasar
yang diperlukan untuk menyelesaikan soal tersebut sejak di SD. Di Kelas VI SD
Semester 2 siswa telah belajar kompetensi dasar “menyajikan data ke bentuk table
dan diagram gambar, batang dan lingkaran” (KD 7.1). Sementara saat di
kelas IX SMP Semester 1, siswa telah mempelajarinya kembali dan memperdalam
melalui kompetensi dasar “menyajikan data dalam bentuk tabel, diagram
batang, garis dan lingkaran” (KD 3.2). Namun demikian, siswa yang
belum berhasil menjawab dengan benar soal tersebut kemungkinan disebabkan dalam
proses belajar sehari-hari siswa yang kurang dibiasakan untuk menyelesaikan
soal dengan cara memberi argumentasi
Soal PISA
Untuk
konser music rock, sebuah lapangan yang berbentuk persegi panjang berukuran
panjang
100 meter dan lebar 50 meter disiapkan untuk pengunjung. Tiket terjual habis
bahkan
banyak fans yang berdiri. Berapakah kira-kira banyaknya pengunjung konser
tersebut?
A. 2000 B. 5000 C.
20.000 D. 50.000 E. 100.000
Konten
: Ruang dan bentuk
Kuantitas : Proses Mampu merumuskan
masalah secara Matematika Mampu menerapkan konsep, fakta, prosedur dan
penalaran dalam Matematika. Menafsirkan, menerapkan dan mengevaluasi hasil dari
proses Matematika
Konteks : Sosial
Analisa
Pada ujicoba soal, sekitar 28% siswa
menjawab benar, yaitu dengan jawaban 20.000. Dengan demikian soal ini tergolong
cukup sulit. Untuk menyelesaikan soal ini sebenarnya tidak memerlukan
perhitungan atau rumus matematika yang sulit karena utamanya yang diperlukan
adalah daya imajinasi dan kreativitas. Jumlah orang yang ditampung tergantung
dari luas lapangan yang berbentuk persegi panjang itu. Untuk menyelesaikan soal
tersebut diperlukan kemampuan menghitung luas persegi panjang dan memecahkan
masalah. Untuk siswa Indonesia usia 15 tahun yang mengikuti PISA, kemampuan
menghitung luas persegi panjang dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan
menghitung luas persegi panjang telah dipelajari
siswa
sejak di SD, yaitu Kelas III Semester 2 pada pada KD “menghitung luas persegi
dan persegi panjang” (KD 5.2) dan “menyelesaikan masalah yang berkaitan
dengan
keliling, luas persegi dan persegi panjang”
(KD 5.3). Setelah siswa belajar di SMP, kemampuan tersebut dipelajari lagi dan
diperdalam di Kelas VII Semester 2 pada kompetensi dasar “menghitung
keliling dan luas bangun segitiga dan segi empat serta menggunakannya
dalam pemecahan masalah” (KD 6.3). Dalam proses menyelesaikan soal
tersebut, boleh jadi siswa sukses dalam menghitung luas lapangan, namun siswa
tidak berhasil dalam memperkirakan berapa banyaknya orang yang dapat termuat di
lapangan untuk tiap meter persegi. Di sinilah kemungkinan siswa Indonesia
mengalami kesulitan yang disebabkan mereka kurang terbiasa melakukan perkiraan
pada suatu situasi. Pilihan jawaban yang disajikan sebenarnya sangat membantu
siswa untuk mengetahui jawaban yang tepat. Ketika siswa mengetahui bahwa luas
lapangan adalah 100 × 50 = 5000 m2, siswa mulai melakukan eliminasi terhadap
pilihan jawaban yang salah. Untuk jawaban A, yaitu 2000 orang tidak
mungkin, karena ada informasi yang menyebutkan bahwa lapangan penuh dan banyak
fans yang berdiri. Untuk jawaban B, yaitu 5000 orang juga tidak
mungkin, karena 5000 orang berarti tiap 1 m2
ditempati
1 orang, karena ruangnya jadi longgar. Untuk jawaban C, karena ada 20.000
orang, maka tiap 1 m2 ditempati oleh 4 orang (diperoleh dari 20.000 : 5.000), dan
jawaban ini masuk akal. Untuk jawaban D dan E, siswa mestinya melihat bahwa
pilihan D menunjukkan tiap 1 m2 ditempati 10 orang.
Dari uraian diatas dapat ditarik ringkasan bahwa UN
memiliki perbedaan yang signifikan dalam hal pelaksanaan dan penerepan
pengevaluasiannya, meskipun landasan kurikulumnya kurang lebih memiliki
persamaan. Seperti yang telah disampaikan pada penelitiannya, tim putra
sempoerna foundation yang mengatakan bahwa Kelemahan lain dari soal-soal UN
matematika tingkat SMP/MTs terletak pada tingkat kesulitan soal-soal itu
sendiri. Soal-soal ini terlalu kontekstual, dengan didominasi oleh tingkatan
kognitif perform procedurs.
Hal ini terlihat jelas dalam perbandingan antara
soal-soal UN, dengan soal-soal yang diujikan di tingkat internasional seperti
PISA dan TIMSS. Ini menunjukkan bahwa siswa hanya diminta untuk melakukan
penghitungan sementara rumus/petunjuk yang diberikan dalam soal sudah cukup
jelas arahannya. Sehingga siswa tidak dilatih untuk menggunakan penalaran,
logika dan kemampuan analisanya. Alasan inilah yang mendasari mengapa dalam
kompetisi internasional siswa Indonesia menemapti posisi rendah, serta
pencapaian UN di tingkat nasional juga rendah. Soal-soal yang diujikan tidak
cukup kreatif dan kurang mengaplikasikan problem solving. Padahal
melalui problem solving, siswa dibimbing untuk menggunakan dan melatih
kemampuan (skill) mereka dalam penalaran, logika dan analisa.
Daftar Pustaka
Badan
Standar Nasional Pendidikan dan Pusat Penilaian Pendidikan Kementrian
Pendidikan Nasional, Republik Indonesia.2011. UJIAN NASIONAL 2011 bagi
SD/MI/SDLB dan SMP/MTs-SMPLB-SMA/MA-SMALB-SMK
Mulyasa,
E.2010. Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Pusat Pengembangan dan
Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika. (Modul Matematika SMP
Program Bermutu)
Pisa
Indonesia.2011.Pisa dan UN. http://pisaindonesia.wordpress.com/2010/10/28/pisa-dan-un/ Diakses tanggal 28 Oktober 2011
Undang-Undang Republik
Indonesia. No. 20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Jakarta : Sinar Grafika.
Yunengsih,
Yuyun dkk.2008. Ujian Nasional : Dapatkah Menjadi Tolak Ukur Standar Nasional
Pendidikan. Jakarta : Putra Sempoerna Foundation
mokasih yuk, teni minta yoooo... utk tugas budi..
BalasHapusmokasih ayukku yang cantik...